Badan narkotika nasional pada tahun
2014 ini mencanangkan sebagai tahun perubahan mindset pencegahan peredaran
narkoba. Melalui programnya yang dikenal dengan P4GN, pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, BNN semakin serius untuk menangani
permasalahan narkoba di Indonesia. Dengan harapan, 2015 nanti, prevalensi
pengguna narkoba bisa menurun.
Lalu paradigma seperti apa yang
berubah dalam mencegah generasi untuk tidak mendekati atau sampai menggunakan
narkoba? Dahulu, program pencegahaan penyalahgunaan narkoba ini dibagi dalam
tiga tipe yaitu :
·
Pencegahan
primer. Bisa dibilang ini untuk orang-orang yang belum sama sekali
terkontaminasi dengan narkoba. Jadi sejak dini ditanamkan pemikiran kepada
mereka agar tidak mencoba sekali-kali yang namanya narkoba.
·
Pencegahan
sekunder, buat yang baru saja memulai. Artinya, korban yang berada pada tipe
ini harus secepatnya diidentifikasi agar cepat diselamatkan. Korban di sadarkan
agar tidak kecanduan, lalu diarahkan secepatnya ke tempat rehabilitasi. Lebih
cepat ditemukan, maka proses rehabilitasi pun akan lebih cepat selesai.
·
Pencegahan
terser, yaitu bagi mereka yang terlanjur kecanduan tingkat berat. Ini bisa jadi
karena menggunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama sehingga
perlu dipulihkan dengan rehabilitasi yang lumayan lama, agar bisa kembali ke
masyararakat seperti biasa.
Tahu gak sih kalau dari hasil penelitian
UNODC, pencegahan penggunaan narkoba dengan metode sebelumnya yang telah lama
diterapkan itu tidak efektif? Itu loh, yang pake-pake poster dan spanduk yang
ditempel-ditempel dipinggir jalan. Misalnya seperti kalimat-kalimat persuasive
“narkoba no, prestasi yes”, atau “aku sehat karena tidak pake narkoba”, atau
ada lagi “ingin masa depan seperti ini (kasi gambar orang lagi bahagia) atau
seperti ini (kasi gambar orang mati) – jauhi narkoba”.
Kenapa tidak efektif? Lah kan semua
orang juga pasti tahu itu semua kalimat-kalimat tanpa dibilang juga. “narkoba
no, prestasi yes”, pastilah semua orang bakalan lebih memilih prestasi daripada
narkoba. Dalam hal ini perbandingan yang dipake itu bukan “apple to apple”,
karena tidak relevan. Terus kalo yang “aku sehat karena tidak pake narkoba”
juga pasti tahulah, orang yang pake narkoba itu gak ada yang sehat. Dan yang
“ingin masa depan seperti ini (kasi gambar orang lagi bahagia) atau seperti ini
(kasi gambar orang mati) – jauhi narkoba” juga terlalu mainstream. Sebenarnya
ini membuat orang pada takut menjalani hidupnya. Kenapa? Kan semua orang
bakalan mati juga, mau pake narkoba kek, mau gak pake narkoba kek, Cuma paling
matinya antara khusnul khotimah atau su’ul khotimah, ya kan? Jadi metode-metode
seperti itu sudah seharusnya dikurangi.
Apalagi metode dengan penggambaran tubuh
seorang pengguna narkoba yang busuk, atau rusak, pokoknya ngeri gitu deh. Yang
kayak gitu itu sudah lama ditinggalkan sama orang-orang diluar negeri, soalnya
memperlihatkan sesuatu yang tidak seharus nya, seperti organ tubuh yang hancur
dan menjijikkan. Lah, di tv aja kalo ada korban pembunuhan ato kecelelakaan
tubuhnya di sensor, ini malah diperlihatkan secara jelas-jelas banget di jalan
raya yang bisa ngeliat semua orang.
Metode yang seharusnya dikurangi juga
dengan pengadaan buku-buku atau leaflet tentang bahaya narkoba. Hal itu karena
orang dengan membacanya belum tentu tahu makna dari tulisan tersebut. Hal itu
gak bisa memberikan perubahan perilaku seseorang. Bukannya takut, malah semakin
penasaran untuk memakainya. Biasanya kan anak muda seperti itu. Semakin
dilarang, eh semakin senang buat ngelanggar. Dan itu yang paling ditakuti oleh
pihak yang berwenang. Buku bacaan motivasi aja banyak yang gak buat perubahan
apa-apa sama pembacanya, apalagi buku bacaan tentang narkoba yang isinya udah
kayak buku pelajaran.
kemudian, untuk pencegahan yang kurang
efektif juga adalah seminar. Loh kok seminar mesti dikurangi juga? Bukan
dikurangi sih, namun kurang efektif untuk melakukan pencegahan secara intensif.
Lah, gimana mau efektif kalo seminarnya dilaksanakan 6 bulan sekali? dan
biasanya seminar itu gak menyentuh semua pesertanya. Kan yang namanya seminar
dengan peserta ratusan atau bahkan sampe ribuan, yang di depan ngomong sendiri,
yang dibelakang apalagi. Dan biasanya Cuma dirasain sama orang-orang yang nanti
diberikan kesempatan buat “berinteraksi” dengan narasumber. Efektifnya seminar
ini untuk pengenalan atau sosialisasi, bukan untuk mencegah secara intensif
peredaran dan penyalahgunaan penggunaan narkoba.
lalu apa yang seharusnya dilakukan? Berdasarkan
penelitian UNODC, yang dilakukan adalah dengan pencegahan berbasis pada ilmu
pengetahuan, berdasarkan fakta sebenarnya dengan menitikberatkan pendidikan dan
kebiasaan yang baik kepada keluarga, sekolah dan masyarakat.
Anak-anak muda sekarang semakin cerdas,
dan semakin tidak suka untuk didikte. Oleh karena itu, orang tua atau anggota
keluarga lainnya sebagai orang terdekatnya haruslah tahu lebih banyak mengenai
bahaya narkoba ini. Mereka harus tahu “kenapa anaknya harus jauh dari narkoba”.
Gak Cuma sekedar bilang “gak boleh pake narkoba”. Dengan begitu, anaknya juga
bakalan dapat pencerahan lebih dalam dan lebih real tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba ini.
Sekolah juga tentunya memiliki peran
yang sangat penting dalam upaya pemberantasan narkoba. Sekolah menjadi tempat
kedua sebagai interaksi terbesar generasai muda dalam kehidupannya sehari-hari.
Namun sayangnya, sekolah sering menganggap bahwa pemberantasan narkoba bukan
merupakan tugas dan wewenangnya. Dan itulah yang ingin diubah oleh pemerintah
Indonesia mulai 2014 ini. Dengan menanamkan pengetahuan dan pendidikan tentang
bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah, mau tidak mau siswa atau mahasiswa
akan mengerti lebih jauh, gak Cuma “pokoknya gak boleh pake narkoba”. Di
sekolah, bisa dijelasin secara kimia, biologi, agama dan pendidikan
kewarganegaraan mengenai efek yang akan ditimbulkan jika sampai terjerumus ke
dunia kegelapan ini. Jika gurunya aja gak tahu apa-apa soal narkoba, bagaimana
dengan anak didiknya?
Kemudian yang juga harus digandeng
adalah komunitas. Komunitas apapun itu. Karena mereka pada dasarnya memberikan
sumbangan kepada kebudayaan yang terlahir dari perkumpulan-perkumpulan yang
mereka adakan. Berdayakan komunitas yang ada dengan menyisipkan nilai-nilai
perang terhadap narkoba. Komunitas juga menjadi salah satu tempat dengan
interaksi yang lumayan besar dari kegiatan generasi muda. jika komunitas yang
diikuti sudah menjerumuskannya kepada narkoba, biasanya sangat sulit untuk dibendung oleh keluarga dan pihak
sekolah. Tentu saja, karena mereka merasa bahwa komunitas yang dipilih adalah
jalan hidup yang sesuai dengan minat mereka. Namun jika komunitas yang diikuti
adalah komunitas yang bersih dari narkoba, besar kemungkinan akan membawa
dampak positif terhadap perkembangan generasi muda.
Dan tahu gak sih, Kajian menunjukan
bahwa setiap dollar (US$) yang dibelanjakan untuk kegiatan pencegahan penyalahgunaan
narkoba dengan menggunakan cara ini, paling sedikit dapat menyelamatkan
kesehatan 10 orang di masa depan, serta mengurangi biaya sosial dan tindak kejahatan
akibat penyalahgunaan narkoba. Pada dasarnya ini sangat masuk akal, karena
memberdayakan seluruh elemen masyarakat. Ya donk, kalo semakin sedikit yang
pake narkoba, misalnya kejahatan pencurian, perampokan, dan kejahatan-kejahatan
lainnya yang ditimbulkan dari penggunaan narkoba, juga akan semakin sedikit.
Dengan begitu, akan semakin sedikit
biaya yang dikeluarkan untuk pemberantasan penggunaan narkoba, yang bisa jadi biayanya
dialihkan untuk hal yang lebih penting seperti pembangunan sarana dan prasarana
atau peningkatan kesejahteraan masyarakat kalangan ekonomi bawah. Jadi ada
kaitan antara kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan tingkat penyalahgunaan
narkobanya.
Jadi, mari kita ubah cara pandang dalam
pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkoba mulai sekarang dengan
meningkatkan intensitas pendidikan dan kebudayaan anti narkoba kepada keluarga
terdekat, murid, dan teman-teman yang memiliki komunitas yang sama, agar masa
depan generasi Indonesia bisa terbebas dari jerat negatif narkoba.
No comments:
Post a Comment