Menyambangi Kampung Adat Limbungan

Rumah Adat Limbungan

Apakah di tempat kalian masih ada rumah seperti ini? mungkin sudah sangat jarang ya atau mungkin sudah tidak ada? ini rumahnya dari tanah liat, pagarnya dari bambu dan atapnya dari jerami. Dulu, sekitar tahun 90-an, ketika saya masih umur 6-7 Tahun, rumah ini sih masih ada beberapa di kota Selong, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Kalo di Lombok, rumah seperti ini disebut juga "bale bdek". Sekarang, rumah seperti ini sudah menjadi rumah adat. Dan salah satu rumah adat yang keasliannya terjamin dari zaman dahulu kala, berada di Dusun Limbungan.

Dusun Limbungan Timur dan Limbungan Barat, salah satu lokasi rumah adat yang menjadi ikon pariwisata di Kabupaten Lombok Timur ini, merupakan salah satu dusun yang berada di Desa Perigi Kecamatan Suela. Rumah masyarakat yang secara turun temurun mempertahankan bentuknya seperti ini kini menjadi destinasi wisata. Dan untuk Pertama kalinya, saya berkesempatan untuk mendatanginya.

Jadi ini tuh gara-gara ada undangan dari KKN Universitas Mataram (ceritanya saya di sini sebagai orang penting. inget, cuma ceritanya...) untuk menghadiri Festival Limbungan. Dalam hati "baru denger ada festival limbungan, mana gak tahu jalan ke sana lagi". Akhirnya, layaknya generasi "Z" pada umumnya, tanpa perlu bertanya ke tetangga, saya pun pergi ke lokasi mengandalkan google maps. 

Berangkat dari Kota Selong (ceilehhhh... KOTAAAAA!!!) menuju ke Suela. Setelah di cek menggunakan google maps, jaraknya sekitar 28 Km atau 40 menit perjalanan. Lumayan jauh sih. Karena ini acara di hari libur, ya pastinya dresscode-nya juga yang bebas tapi rapi dan sopan. Perjalanan menuju Dusun Limbungan ini bisa ditempuh melalui dua jalur (berdasarkan google maps sih gitu).

1. Selong - Sukamulia - Aikmel - Wanasaba - Pringgabaya - Jalan Raya Labuhan Lombok - Suela
2. Selong - Korleko - Pringgabaya - Jalan Raya Labuhan Lombok - Suela

Saya memilih jalur yang kedua karena lebih cepat dan lebih sepi juga. Dipandu oleh google maps dan sinyal XL yang begitu kencang dan luas dari Selong sampai ke Suela, saya pun tidak kesulitan menemukan Rumah Adat Limbungan ini.

papan penunjuk jalan ke limbungan

Jalan menuju rumah adat ini sudah bagus, teraspal dengan baik dengan view gunung rinjani. Berhubung saya datang di musim panas, kiri-kanan jalannya pun gersang. Dan panas pastinya. Dan jangan heran, jalannya juga agak menanjak, karena rumah adat ini berada di daerah perbukitan atau dataran tinggi.

Sesampainya di Kawasan Rumah Adat Limbungan ini, saya beserta rombongan disambut oleh "gendang beleq", salah satu kesenian musik khas Lombok. Sebenarnya sih, gak setiap hari kalo dateng ke tempat ini akan disambut oleh gendang beleq. cuma di waktu-waktu tertentu saja seperti adanya festival dan acara-acara besar gini. Jadi, kalo nanti kalian datang ke sini, tapi tidak disambut gendang beleq, yang sabar ya .... *pukpukpuk

gendang beleq untuk menyambut tamu

Tidak cuma gendang beleq, anak-anak kecil berparas cantik dengan baju adat khas Sasak pun menyambut saya beserta rombongan. Yaudah, daripada ketinggalan momen, saya ajak aja berfoto. Siapa tahu kalo udah gede, mereka bisa menjadi Ketua Umum Partai *hahaha

saya (bukan) yang duduk di atas tembok batu

Di Desa Perigi ini, ada 2 dusun yang menjadi objek wisata tempat rumah adat yaitu Dusun Limbungan Timur dan Dusun Limbungan Barat. Mata pencahariaan masyarakat di Dusun ini adalah sebagai petani tembakau. Tidak heran ketika saya ke sini, masyarakat sedang merajang, menjemur dan merapikan tembakaunya. 

Sebenarnya, ada acara seminar yang harus saya ikuti mengenai pengembangan destinasi wisata di tempat ini. Namun, karena saya penasaran banget sama rumah adat Limbungan ini, saya pun memisahkan diri dengan tamu lainnya untuk berpetualang keliling rumah adat limbungan ini. Tanpa kesulitan mencari "guide" lokal, yang merupakan anak-anak kecil di dusun ini, saya pun berkeliling dengan leluasa ke rumah adat ini. Maklum, bahasa saya dengan penduduk di rumah adat ini masih sama, jadi sangat mudah untuk bergaul. Ada sekitar 160-an rumah adat, yang bagi masyarakat setempat adalah rumah pribadi, karena mereka merasa itu rumah biasa pada umumnya. Bentuknya rata-rata sama dan mirip. Tembok dari tanah, alas tanah, pagar bambu, dan atap dari daun kelapa kering, atau disebut "bobokk". Kemudian beberapa keluarga memiliki "berugak" atau gazebo sebagai tempat berkumpul atau bekerja.

Biar semakin gak penasaran, nih beberapa foto hasil keliling saya di rumah adat Limbungan ini :

Festival Limbungan yang diselenggarakan ini gak cuma seminar aja, ada juga pemutaran film mengenai rumah adat, musik tradisional, tari tradisional, kuliner tradisional, seminar dan lain-lain. At least, saya sangat senang bisa datang ke tempat ini. Karena selain masyarakatnya ramah, tempatnya juga mengingatkan kita akan zaman dahulu, orisinalitasnya terjaga tanpa direkayasa dan aman.