Tuesday, 13 March 2012

TENAGA KESEHATAN KU SAYANG, TENAGA KESEHATANKU MALANG

Sahabat fenta, hari ini mau sharing sedikit tentang tenaga kesehatan tenaga kesehatan yang ada di Lombok Timur. Sebagian besar lulusan SMA/MA/SMK ingin menjadi melanjutkan pendidikannya menjadi tenaga kesehatan. Yah..., menjadi tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, penyuluh gizi dan sebagainya sepertinya suatu hal yang dapat membanggakan diri dan orang tua. tetapi belakangan ini hal yang terjadi malah sebaliknya.
TENAGA KESEHATAN BANYAK YANG NGANGGUR
itulah salah satu berita yang ditampilkan oleh suara NTB, edisi 12 maret 2012. mari kita lihat. Lulusan tenaga kesehatan tiap tahun terus bertambah. Perguruan Tinggi baik negeri dan swasta bermunculan di mana-mana. Mungkin terlalu “lebay” istilah orang sekarang kalau disebut sekolah kesehatan bisa ditemukan tiap gang. Janji pemerintah membuat menjamurnya kampus-kampus yang mendidik tenaga kesehatan. Namun tidak didukung dengan ketersediaan lapangan kerja. Akibatnya banyak tenaga kesehatan yang masih menganggur. salah siapa?

Hal ini sebagian besar disebabkan orientasi sekolah kesehatan yang mengarah ke bisnis. Tidak benar-benar
mencetak tenaga kesehatan yang memiliki daya saing. Memang tidak harus memaksakan diri menjadi pegawai pemerintah. Menjawab fenomena saat ini, menjadi tenaga kesehatan tidak harus berpangku tangan menunggu.

Realitas saat ini, meski mengantongi predikat lulus dari PTS Kesehatan, ternyata tidak mesti segera memperoleh kerjaan yang diidam-idamkan. Menjadi tenaga honorer pun terbilang cukup sulit. Fakta itulah yang dialami sejumlah lulusan PTS/PTN Kesehatan dalam upaya menggapai impiannya.

Fakta itu pun dialami Baiq Ranti Widya dan Baiq Astuti. Mereka menuturkan sudah melamar beberapa kali. Alumni PTS di Mataram ini menuturkan sempat melamar ke Belanting Sambelia, Sakra bahkan ke Sekotong. Padahal, daerah-daerah yang disebutkan tersebut sangat jauh dari rumahnya di Jurit Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lotim. Ada juga yang menawarkan dia untuk menyeberang ke Pulau
Sumbawa.

Dari tuturan yang didengarnya, di Sumbawa juga ada peluang cukup besar. Hingga saat ini, dari semua lamaran yang telah dikirimkan, tidak ada satupun panggilan kerja untuknya. Saran dari lembaga tempatnya melamar, menyarankan agar Baiq Ranti ini melanjutkan studinya. Mengambil jenjang profesi 1,5 tahun lagi. Meski telah lima tahun menimba ilmu bidang keperawatan, katanya menjadi keharusan mengambil profesi dulu agar lebih mudah mendapatkan kerja. Melamar ke Puskesmas, jurusannya katanya cukup sulit untuk diterima. Sebagian besar di Puskesmas menerima lulusan Diploma III (DIII). Lulusan bidang studi yang digeluti Ranti ini cocoknya bekerja di Rumah Sakit.

Menjadi PNS? Diakui Baiq Ranti menjadi keinginan terbesarnya. Namun melihat saingan yang cukup berat membuatnya hanya bisa berdoa dan berharap. Hanya saja, menjadi PNS pun harus menyediakan dana besar. Dituturkan, ia pernah ditawarkan menjadi PNS dengan syarat punya biaya untuk bayar jasa “Dari pusat katanya di atas Rp 100 juta sedangkan di provinsi Rp 60-70 juta.”. Keharusan membayar jasa itu disebabkan banyaknya saingan yang cukup berat. Tergantung nasib, demikian dilarikan. Menjadi tenaga honor memang terbilang cukup meyakitkan. Informasi dari teman-temannya yang lain, honor yang diterima per bulan sangat minim. Hitungannya tidak sebanding dengan biaya kuliah yang cukup mahal telah dikeluarkan selama lima tahun. Dikarenakan demi cita-cita, honor pun tidak menjadi masalah.

Selanjutnya, fakta masih banyaknya tenaga kesehatan yang menganggur diungkap Kepala Dinas Kesehatan (Kadikes) Lombok Timur (Lotim) H. Soeroto. Ia menuturkan pernah membuka lamaran pekerjaan untuk tenaga pendamping bidan tahun 2011 lalu. Terdapat 80 calon bidan yang daftar. Namun terpaksa tidak semua diterima. Dinas Kesehatan Lotim hanya menerima 20 orang. Selanjutnya akan dilakukan seleksi ketat lagi untuk bisa melahirkan tenaga pendamping bidang yang profesional. 

Seleksi yang dilakukan memperhatikan sertifikat kemampuan personel calon pendamping bidan. Kualifikasi perguruan tingginya memang menjadi salah satu pertimbangan. Namun tidak begitu dilihat. Karena terpenting, jika sudah memenuhi kualifikasi dan tingkat kompetensinya bagus, maka itulah yang dipastikan diterima. Menjadi lulusan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) maupun Perguruan Tinggi Negeri (PTN) bidang Kesehatan seharusnya memang sudah harus siap pakai. Soal kualitas dari PTS/PTN itu dinilainya sebagian besar cukup bagus. Melihat maraknya PTS/PTN yang mengeluarkan tenaga kesehatan, baik bidan, perawat, tenaga gizi dan bidang kesehatan lainnya dianggap Soeroto cukup bagus. Pasalnya, dengan semakin banyaknya tenaga kesehatan yang dilahirkan, makin banyak tenaga kesehatan yang memelihara kesehatan masyarakat. Ditambahkan, makin banyak tenaga kesehatan makin bagus dan positif. Akan tetapi, jika hanya mengharapkan menjadi tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS) jelas sudah sangat berlebihan. Jumlah lulusan yang tiap tahun semakin banyak tidak sebanding dengan ketersediaan tenaga PNS yang disiapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Proses penerimaan para tenaga kesehatan yang dibutuhkan sama sekali tidak dibenarkan melalui perantara. Terlebih melakukan pungutan. Dikes telah membuat surat edaran ke Puskesmas-puskesmas melarang keras ada istilah bayar jasa bagi siapapun. Jika terbukti akan diberikan sanksi. Mengantisipasi hal itu, proses penerimaan tenaga kesehatan harus melalui Dikes.

Nah, itu dia sahabat fenta, fenomena yang terjadi di gumi patuh karya itu. Dan mungkin bukan hanya di Lombok Timur, juga di daerah lain mengalami hal yang sama. So, adik-adik yang kelas 3 SMA/MA/SMK, perlu berfikir kembali untuk melanjutkan pendidikan di bawah kementerian kesehatan ini. Tetapi tetap saja, seandainya itu menjadi impian adik-adik, tetaplah semangat untuk menggapainya.



2 comments:

Anonymous said...

judulnya ituu lho :p mirippp judul tulisaan siapa yaa??? :D

pedrogondem said...

tulisan siapa yah? hehe...ilysm!

Hokben Bontang Akhirnya Buka!

Beberapa bulan yang lalu pas masih tinggal di Bontang pernah bikin survey di sosial media: "Apa yang belum ada di Bontang yang kalian h...