Saturday 22 March 2014

Terima kasih, bu, pak


Pagi ini gue mimpi. Mimpi yang gak biasa. Ibu ulang tahun. Gue langsung kebangun, entah kenapa malah langsung lihat kalender. 22 maret. Hah? 22 maret? Ibu kan lahir tanggal 31 desember? Mimpi yang sesatkah? Sepertinya tidak. Ibu tidak benar-benar lahir tanggal 31 desember, karena orang tua zaman dulu belum terlalu familiar dengan kalender, kebanyakan hanya menandai kelahirannya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat itu. Mungkin saja ibu memang benar-benar lahir 22 maret, 1955. Tak terasa umurnya telah 59 tahun.


Perjuangannya mendidik anaknya bersama bapak sampai anaknya besar gini tak bisa gue pungkiri ada yang berhasil sesuai target, ada yang tidak. Yang berhasil sebut saja dia bisa membesarkan anaknya tanpa bantuan orang lain. Oh ya, bapak dan ibu gue bercerai ketika gue berumur 7 tahun, yang paling gue ingat gue sedang kelas 1 SD waktu itu. Yah, sebuah pelajaran buruk untuk anak-anaknya yang masih berada di bawah masa pengertian. Ibu berhasil membesarkan kelima anak laki-lakinya sendirian, walaupun terkadang harus meminta uang sekolah dari bapak yang kini telah menikah dan memiliki 3 anak dari istri keduanya. Selama belasan tahun dia berjuang sendirian, membanting tulang. Tak memiliki pekerjaan tak berarti anaknya tidak makan. Bahkan yang paling gue ingat sampai sekarang, belasan hari harus kami lalui dengan nasi, air dan garam. Oh ya, tambahan cabe ijo. Waktu itu rasanya sangat berbeda dengan nasi, air dan garam sekarang. Walapun ditambahkan cabe ijo. Entahlah, mungkin masa-masa itu memang pantas untuk dikenang.

Ibu membesarkan kelima anaknya dengan penuh kasih sayang. Sangat penuh kasih sayang. Cerewet dan cepat marah, itulah yang paling kentara dari sifat ibu kepada kami berlima. Apakah semua orang tua seperti itu? Terkadang gue berharap semua ibu memiliki sifat seperti itu, dengan begitu anak-anaknya bisa tetap berada di jalan yang benar.

Namun, dengan secerewet dan sepemarah gitupun, ibu masih gagal mendidik anaknya. Oke, kita pake istilah sedikit gagal saja. Dari kelima anaknya, 4 anak laki-lakinya terjerumus di jurang asap tembakau, saudara dekat narkoba. Mereka rata-rata mulai merokok sejak kelas 2 SMP. Tidak heran sih, pergaulannya dengan teman sebaya atau terkadang lebih tua membawanya ke arah yang seperti itu. Masa muda mereka memang lebih banyak diisi dengan kegiatan di luar sekolah. Pergaulan gubuk yang tidak terkontrol dengan sedikit kaum bukan perokok membuatnya tidak bisa tidak terjerat. Pergaulan gubuk yang memandang laki-laki yang bukan perokok adalah banci. Pergaulan gubuk yang menjadikan rokok sebagai penanda sudah dewasa atau belum.

Mereka awalnya sembunyi-sembunyi untuk merokok. Biasanya merokok di kokoq (sungai dengan air alami di tengah kebun atau hutan) karena hampir semuanya masih kecil dan takut ditahu oleh orang tuanya. Padahal orang tuanya merokok juga, termasuk bapak gue, tapi tetap melarang anaknya merokok. Hingga ada adegan dimana orang tua mereka (termasuk ibu-bapak gue) tahu anaknya yang masih remaja merokok, lalu mereka dimarahi habis-habisan seharian, dan besoknya mereka sudah boleh merokok di tempat umum bahkan di depan orang tua mereka sendiri. . Begitulah pendidikan di sana. Aneh memang. Tak heran, jika naluri remaja membuat mereka harus mulai dengan “coba-coba”.
Yang namanya narkoba, rokok ini, sekali mencoba, pasti ketagihan. Tidak mau lepas. Kadang mau, tapi tidak ingin. “Rasanya bibir ini asam dan ngilu kalau gak merokok sehari saja” kata kakaknya gue.

Namun, gue adalah anak terakhir yang paling dimanja oleh ibu dan bapak. Perhatian berlebih yang terkadang membuat iri keempat kakak gue yang lainnya. Anak yang bisa membawa ibunya dipanggil ke panggung perpisahan ketika SMP untuk menerima penghargaan atas prestasi anaknya yang juara umum 1. Anak yang bisa membawa nama kedua orang tuanya karena prestasi anaknya mendapatkan nilai ujian nasional SMP se-kabupaten Lombok Timur. Anak yang bisa membuat bapak, yang telah kurang memperhatikan keluarga lamanya setelah 9 tahun bercerai, rela meminjamkan uang 1,6 juta di dua orang yang berbeda untuk daftar ulang karena diterima di SMAN 1 Selong, sekolah favorit di provinsi NTB, dengan mendapatkan peringkat 1.

Yang paling gue banggain sampe sekarang, kalau pendidikan mereka berhasil kepada gue untuk ngehindarin yang namanya narkoba. dari kelima anaknya itu, satu-satunya yang tidak menjadi perokok adalah gue. gue bukan bermaksud buat sombong, tapi mereka memang sangat peduli terhadap perkembangan anak-anaknya. Walaupun mereka gak pernah yang namanya ikut seminar “parenting”, “anti narkoba”, “gizi anak” atau “training motivasi” tapi mereka bisa membuat anaknya banyak belajar dari kehidupan orang tuanya. Misalnya ibu yang mengatakan “nak, jangan merokok ya. Merokok itu racun buat kamu. Gak baik buat kesehatan. Coba liat kakak-kakakmu yang merokok, mereka sering batuk. Cepet capek. Paru-paru mereka pasti udah gak bagus lagi. Lagian merokok itu ngabis-ngabisin duit. Mendingan kamu pake buat ngemil”. Ibu juga sangat menjaga pergaulan gue. dia lebih banyak nyuruh untuk diam di rumah, daripada keluyuran gak jelas dengan anak-anak nakal lainnya di gubuk gue. walaupun gue tetep aja main bareng mereka, tapi gak sesering kakak-kakak gue dulu. Ibu juga memasukkan gue ke tempat les sore, dan ngaji di malam hari biar waktu gue lebih banyak untuk hal yang bermanfaat sejak kecil. Selain itu, untuk urusan solat dan bangun pagi, sepertinya manusia paling disiplin di keluarga gue adalah ibu. Bangun jam 4, masak, dan bangunin gue terus siap-siap solat subuh. Selalu cerewet kalo gue gak pergi ngaji apalagi gak solat berjamaah di waktu subuh, magrib dan isya. Waktu itu sih gue ngerasa tertekan banget, namanya anak kecil dipaksa-paksa gitu kan sering nyebelin. Begitu juga bapak yang kadang-kadang kalau mampir ke rumahnya (rumah gue dan ibu lumayan jauh dengan rumah bapak dan istri barunya) bilang “dendek turut ite sik merokok ngene, alur wah ite-ite sik seleq, wah kedeng. Ente jek bagus-bagus wah isik jaga kesehatan mek” yang artinya “gak usah iktuin kami yang merokok gini, biarlah kami saja yang seperti ini, sudah terlanjut. Kamu jaga kesehatan baik-baik ya”.

Kalian yang belum menjadi orang tua (termasuk gue) pasti gak bisa bayangin kan gimana sakitnya, sedihnya, kecewanya, marahnya dan frustasinya orang tua jika melihat anak mereka yang telah didik dengan baik, tekun dan sekuat tenaga tapi masih tetap aja pake narkoba? Betapa besar dosa anak yang pake narkoba yang membuat orang tua mereka seperti itu? Itulah kenapa narkoba itu bagaikan pepatah “sekali pake, dua tiga dosa terlampaui”. Jika kalian termasuk manusia normal, kalian pasti tidak ingin membuat orang tua menjadi sakit hati bukan?

Gue yakin, mereka-mereka yang merokok, atau pake narkoba ini, jika diberikan kesempatan untuk kembali di masa lalu dan tidak mencoba narkoba atau rokok ini, mereka pasti mau. Dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

Tapi bagaimanapun, Mereka berdua memang hebat. Pahlawan anti narkoba pertama dalam hidup gue siapa lagi kalau bukan mereka. Tanpa mereka, mungkin gue sudah terjerumus ke dunia kegelapan itu. Sungguh, gue bersyukur banget punya orang tua seperti mereka. Gak kenal lelah, menjaga anak-anaknya dari pergaulan yang tidak baik. Sepertinya cerewet dan pemarah emang harus dimiliki oleh yang namanya orang tua ya. Gue berharap kalian yang membaca tulisan ini memiliki orang yang lebih baik dari orang tua gue, walaupun gue yakin kalau orang tua gue adalah orang tua terbaik di dunia ini.

Dan sebagai bukti sayang gue ke mereka, gue bakalan tetep ngejaga hasil didikannya ini. Gue akan berusaha supaya gak terjerumus di jurang narkotika ini. Gue berharap itu juga terjadi ke kalian semua. Buktikan rasa sayang kalian ke orang tua dengan tidak merokok apalagi sampai pake narkoba. Karena gue yakin, mereka bakalan lebih senang melihat kalian tidak menggunakan narkoba daripada memberikan mereka sesuatu dalam bentuk materi. Yuk sayangi orang tua kita dengan bersama-sama tidak menggunakan narkoba J


No comments:

Hokben Bontang Akhirnya Buka!

Beberapa bulan yang lalu pas masih tinggal di Bontang pernah bikin survey di sosial media: "Apa yang belum ada di Bontang yang kalian h...