Perjalanan panjang itu...

Adzan magrib berkumandang. Ransel hitam yang sudah lusuh bertuliskan “Indonesia” dengan model ala tentara akhirnya terisi penuh. Laptop ditaruh di bagian yang dibatasi oleh busa. Baju batik TPL angkatan 2011, baju kaos bertuliskan “aku bangga menjadi penghafal Al-Qur’an”, celana pendek, celana hitam panjang, sarung serta Al-Qur’an, 2 buah buku masing-masing berjudul “republik #jancukers” dan “lean six sigma” siap di bagian tengah. Di bagian depan berisi charger, powerbank, kabel data dan handycam. Juga ada roti sisa aqiqahan tetangga. Dengan sepatu “menganga”, celana biru dan baju kotak-kotak, aku berangkat menuju masjid. Tentu saja itu bukan barang-barang yang dibawa sengaja hanya untuk ke masjid. 

Seusai solat, dengan cuaca yang agak gerimis, aku beranikan diri untuk berlari membawa beban seberat ini. Alhamdulillah. Metro mini 47 itu pun mendatangiku. Berselang 10 menit, aku pun meminta untuk diturunkan di sebuah halte busway bernama “pasar cempaka”. Sebenarnya, pada jam pulang kantor seperti ini bisa dipastikan busway akan penuh dan lama mengantri. Biasanya jika ingin sampai lebih cepat, naik metro mini 47 sampai ke senen, kemudian dari senen naik kopaja 20 sampai ke terminal lebak bulus. Mungkin karena ingin melanjutkan bacaan buku “republik #jancukers” karya sudjiwo tedjo itu secara lebih nyaman, makanya memilih untuk memakai busway.

Dari halte busway pasar cempaka ke lebak bulus harus transit di halte harmoni. Pada jarak normal biasanya dapat ditempuh selama kurang lebih 2 jam, namun malam itu seramai seperti biasanya. Tidak heran aku harus menempuh sampai 3 jam setengah. Namun, hal itu tidak terasa karena aku ditemani buku “republik #jancukers” itu. Buku yang berisi sindiran secara halus dan lucu terhadap negara Indonesia ini, cukup nyaman dan menarik untuk dibaca.

“35. NGANTUK.

Pantesan ada begitu banyak rambu tentang larangan nyetir saar mengantuk. Bayangkan dari mata 5 watt itu parangtritis bisa terbaca paranghitis lho. Lha, kalau nyangkanya layang-layang putus padahal itu Cuma gambar layang-layang di pantat truk gimana?”

Setidaknya itulah yang terakhir aku baca sebelum busway sudah sampai di terminal lebak pulus. Waktu menunjukkan pukul 21.20 WIB. Aku yang lapar memutuskan untuk makan dulu, walaupun belum solat isya. Karena nanti dalam perjalanan Jakarta-Solo yang menempuh waktu sekitar 12 jam itu, panitia hanya menyediakan snack ringan dan air minum.

Ketika hendak bersalaman dengan salah satu teman blogger, yang kebetulan aku kenal ketika acara srikandi blogger 2013 di kemendiknas itu, tiba-tiba dia kaget. “siapa ya?”, “aku loh, yang di srikandi blogger kemarin”. Lama berfikir dia terkejut sambil bilang “ohhh iya, aku baru sadar. Gak jelas sih wajahnya”. Agak kecewa juga sih, padahal ketika acara itu aku bersama teman-teman dari blogger lainnya hampir setengah harian akrab seperti teman biasa, sekarang bahkan sama sekali tidak ditanda. Yang paling aku khawatirkan pada saat itu adalah ketika aku dikira peserta illegal diantara 32 blogger sejabodetabek lainnya. Tapi, bukan blogger namanya jika tidak bisa membangun rasa keakraban di saat pertama bertemu. 

Kami pun naik bus, karena waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. “ayo absen dulu” suara salah seorang blogger berbada besar yang belakangan ini ku kenal bernama bang komarudin. Blogger bekasi yang sangat perhatian terhadap peninggalan sejarah dan budaya ini pun menyebut kami satu persatu. 2 orang belum hadir, baru sampai pondok Indah. Sekitar 15 menit akan sampai dan kami harus menunggunya. Babeh helmi, itulah sebutan pria kurus setengah baya yang memiliki kepala plontos yang terlambat itu. Satunya lagi maria, wanita pekerja swasta itu juga terlambat karena kantornya jauh dari tempat berkumpul. Akhirnya kami pun berangkat ketika waktu menunjukkan pukul 22.21. 

Bus “GAJAH MUNGKUR” yang kami naiki terdiri atas 35 seat kursi, dengan toilet, AC, serta selimut yang tebal. Aku dapat duduk bersama mbak maria. Atau mbak marialah yang dapat duduk bersama ku. Entahlah, ini jelas bukan karena aku mewakili komunitas dariperempuan.com, walaupun faktanya kami adalah dua-duanya peserta yang duduk berdekatan laki-laki dan perempuan. "tenang brother, aku percaya kok sama kamu” kata-kata mbak maria itu tentu saja aku tanggapi biasa saja karena aku memang tidak akan berbuat yang tidak-tidak.